Rabu, 30 Desember 2009

K.H. Ahmad Dahlan Rahimahullah


Pelopor Islamisasi dan Modernisasi Pendidikan*)

Salah satu tokoh penting pendidikan yang dimiliki negeri ini adalah KH Ahmad Dahlan. Beliau lahir di kampung Kauman Yogyakarta pada tahun 1868 M dari pasangan KH. Abu Bakar dan Siti Aminah dengan nama Muhammad Darwis. Ayah beliau adalah seorang khatib Masjid Agung Kesultanan Yogyakarta. Apabila dilacak, silsilah ayah beliau sampai kepada Maulana Malik Ibrahim. Sedangkan ibunya adalah putri KH. Ibrahim penghulu kesultanan Yogyakarta.
Di masyarakat Kauman ada pendapat umum bahwa barang siapa yang memasuki sekolah Belanda dianggap kafir atau Kristen. Oleh karena itu Muhammad Darwis tidak disekolahkan melainkan dididik Al Qur’an dan ilmu dasar-dasar agama oleh ayahnya sendiri di rumahnya. Selanjutnya ia melanjutkan belajar ilmu-ilmu agama kepada beberapa Kyai di kesultanan Yogyakarta.
Beberapa bulan setelah pernikahannya dengan Siti Walidah beliau menunaikan ibadah Haji ke Mekkah. Setelah itu beliau bersilaturahmi dan mendalami ilmu-ilmu Islam tradisional kepada ulama-ulama di sana seperti Syaikh Mahfudz Termas, Imam Nawawi Banten dan lainnya (rahimahumullah). Sedangkan semangat pembaharuan dan modernisasi Islam beliau dapat dari ulama-ulama seperti Imam Ibnu Taimiyah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Syaikh Muhammad Rasyid Ridha dan sebagainya (rahimahumullah). Nama Haji Ahmad Dahlan beliau dapatkan dari Syaikh Bakri Syata’ seorang ulama madzhab Syafi’iyah di Makkah. Sepulang dari Mekkah dengan bergantinya nama dan bertambahnya ilmu beliau diberi amanat untuk mengajarkan agama di Yogyakarta dan kemudian beliau mendapat sebutan KH Ahmad Dahlan.
Modernisasi Pendidikan Islam
Ada dua sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia pada masa KHA Dahlan, yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan barat. Pendidikan pesantren mengajarkan studi keislaman tradisional, seperti ilmu kalam, ilmu fiqih, tasawuf, bahasa arab dengan berbagai variasinya, ilmu tafsir, hadis dan lain-lain. Proses belajar mengajar yang digunakan pun juga masih tradisional sehingga banyak alumninya yang memiliki pola pikir menjauh dari perkembangan modern.
Ada problem mendasar dari pendidikan model pesantren ini. Selain masalah sistem belajar mengajar, kurikulum dan materi pelajaran yang tradisional juga diperparah dengan tidak adanya iklim demokratis di dalamnya sehingga guru dianggap selalu benar dan tidak boleh dikritisi. Selain itu, fasilitas-fasilitas modern yang sebenarnya baik tidak boleh digunakan karena dianggap menyamai orang kafir. Ilmu-ilmu modern yang berasal dari barat pun juga tidak diajarkan karena dianggap bukan ilmu islam sehingga haram bagi orang muslim untuk mempelajarinya.
Sementara itu, pendidikan yang disebut kedua hanya mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di barat. Pendidikan yang didirikan pemerintah kolonial Belanda ini pun sudah menggunakan segala hal yang disebut modern. Baik itu metode, fasilitas dan lain sebagainya sudah modern. Ilmu yang diajarkan pun tidak ada yang diajarkan di pesantren. Sekolah-sekolah yang didirikan Belanda ini menerapkan sistem sekuler yang meniadakan pelajaran agama dan nilai-nilai agama dalam setiap pelajaran. Sehingga pada akhirnya melahirkan golongan baru yang disebut golongan intelek yang umumnya anti Islam. Bahkan alumni sekolah-sekolah ini umumnya menjadi antek-antek Belanda.
Kondisi inilah yang kemudian mendorong KHA Dahlan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang memadukan dua karakter dan dua model pendidikan di atas. Yang mengajarkan semangat islam dan semangat modern. Dengan demikian umat Islam tidak hanya fasih berbicara tentag Islam tetapi juga berwawasan luas tentang perkembangan modern.
Islamisasi Pendidikan Nasional
Bahwa kita semua telah mafhum kalau yang menjadi tekanan utama Ki Hajar Dewantara (KHD) dan Perguruan Tamansiswanya dalam masalah pendidikan hanyalah masalah kebangsaan dan cinta tanah air. Sedangkan masalah agama tidak pernah menjadi perhatian utama. Darinya memang lahir orang-orang yang mau berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Rasa nasionalisme mereka tinggi tapi rasa keagamaan mereka (terutama yang muslim) tidak terbangkitkan sama sekali. Di sini jelas KHD lebih memilih “ideologi pendidikan sekuler” untuk perguruan yang didirikannya. Dan inilah yang secara eksplisit pula dijadikan dasar ideologis penyelenggaraan pendidikan di Indonesia pada masa-masa berikutnya sampai sekarang.
Ideologi nasionalis memang lebih diberi tempat oleh masyarakat negara kita. Sehingga kalau ada tokoh lain yang sebanding (bahkan lebih hebat) yang berideologi selain itu tidak akan dianggap penting. Dalam masalah pendidikan ini ada tokoh lain yang sebenarnya tidak kalah dengan KHD dalam kiprahnya di dunia pendidikan, dialah KH Ahmad Dahlan rahimahullah. KHA Dahlan memang tidak secara khusus memfokuskan gerakannya di bidang penddidikan. Namun perhatiannya terhadap masalah pedidikan di negeri ini sungguh luar biasa.
Saat beliau mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah pada 1912, salah satu gerakan serius yang beliau kerjakan adalah mendirikan Sekolah Guru Muhammadiyah (Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah). Dengan mendirikan sekolah ini KHA Dahlan ingin para alumninya menyebar dan mendirikan sekolah-sekolah di berbagai tempat. Sehingga dalam waktu singkat sekolah-sekolah Muhammadiyah dapat berdiri di seluruh pelosok Nusantara. Bahkan di pelosok-pelosok yang belum pernah terjamah oleh pemerintah pun sekolah Muhammadiyah sudah hadir lebih dahulu. Saat ini jumlah sekolah yang dimiliki Muhammadiyah melebihi jumlah sekolah yang dimiliki pemerintah. Baik dari tingkat dasar, menengah, hingga sampai tingkat perguruan tinggi.
Memang pada kenyataannya saat ini KHA Dahlan bukanlah ikon penting bagi pendidikan Indonesia. Bukan berarti harus menjadikan tanggal lahir beliau sebagai hari pendidikan tapi lebih pada menjadikan pikiran-pikiran KHA Dahlan sebagai rujukan dalam membangun pendidikan di Indonesia. Karena kontribusi beliau bagi perkembangan pendidikan di Indonesia sangatlah nyata dan dapat kita rasakan bersama.
Hal ini tidak lain karena Ahmad Dahlan adalah seorang “Kiai”, seorang aktivis pendidikan yang kental dengan nilai-nilai keIslamannya. Saat mendirikan lembaga pendidikan pun niat utama beliau adalah berdakwah mengajak manusia ke jalan Allah yang lurus dan benar. Tanpa semangat dakwah ini mustahil beliau rela kehilangan kekayaannya untuk mendirikan sekolah-sekolah sampai daerah-daerah terpencil.
Semangat dakwah adalah semangat Islam. Sehingga dalam setiap jenjang pendidikan yang beliau dirikan tidak pernah beliau lupa menyisipkan nilai-nilai keagamaan (Islam) yang saat itu sangat tabu diajarkan di sekolah. Saat itu dikenal sekolah-sekolah HIS met Koran (SD Al Qur’an), MULO met Koran dan sebagainya sebagai usaha dakwah KHA Dahlan. Pada kemudian hari sekolah-sekolah tersebut dikenal dengan sekolah Muhammadiyah.
Karena itulah KHA Dahlan akhirnya dianggap sebagai tokoh yang “sektarian” dan bukan tokoh nasionalis. Inilah yang menjadikan KHA Dahlan tidak lebih berpengaruh dibandingkan dengan KHD. Mungkin banyak orang lupa bahwa sebagian besar rakyat Indonesia adalah muslim. Saat KHA Dahlan hidup umat muslim secara statistik melewati angka 90 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Sehingga jika KHA Dahlan berjuang untuk umat islam berarti beliau telah berjuang untuk lebih dari 90 persen rakyat Indonesia.
Apa yang dirintis oleh KHA Dahlan ini sesungguhnya manfaatnya telah dirasakan oleh lebih banyak rakyat Indonesia dibandingkan dengan apa yang dilakukan KHD. Perbandingan paling kasat mata dapat dilihat dari jumlah sekolah di bawah perguruan Muhammadiyah dengan jumlah sekolah dibawah naungan perguruan Tamansiswa. Perbedaan yang sungguh mencolok.
Diakui atau tidak apa yang telah dirintis dan ditinggalkan KHA Dahlan utamanya berupa lembaga pendidikan akhir-akhir ini telah dikelola secara menyimpang dari semangat beliau. Kalau dulu lembaga pendidikan Muhammadiyah didirikan untuk membantu rakyat kecil yang tidak bisa memasuki lembaga pendidikan pemerintah maka saat ini beberapa lembaga pendidikan Muhammadiyah justru sulit bahkan mustahil untuk dimasuki golongan menengah ke bawah dan cenderung menjadi “ladang bisnis” bagi elit-elit lembaga tersebut. Mungkin mereka lupa bahwa KHA Dahlan pernah berpesan, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan engkau mencari penghidupan di Muhammadiyah.” Wallahul Musta’an. *) Ditulis oleh Muhammad Nasri Dini, Ketua Bidang Pendidikan dan Penalaran (P&P) BEM Tarbiyah periode 2009-2010

SAHABAT KECILKU,TERIMAKASIH.....

Cerpen: Naning Sri Handayani
Pagi hari yang cerah itu,mentari begitu semangatnya menampakkan senyum. Mengajak setiap jiwa tuk mengawali paginya dengan indah. Ku pandangi ufuk timur yang begitu merekah menawan hati. ku berikan senyum kecil padanya. Di pagi yang indah itu, seperti biasa aku berada di depan rumah di teras tepatnya. Sembari ku pandangi ramainya kicau burung. Pikiranku jauh menerawang, teringat akan sahabat kecilku.. Sahabat yang baru ku kenal di antara kepingan-kepingan jalan Allah. Sahabat yang datang mengisi hari-hariku,yang di kirim oleh Allah. Meski terbilang baru mengenalnya, namun ku rasakan sesuatu yang beda. Seakan nurani sesalu berbisik dalam hati, meyakinkan bahwa dia adalah sosok sahabat lama yang tlah dicari selama ini.
Tiba-tiba seorang pemuda berkulit sawo matang, mengenakan baju batiknaya yang terkesan jawa tulen datang menghampiriku. Memecahkan semua lamunanku. Pemuda itu memberikan sebuah kotak mungil yang terbungkus rapi. Kemudian pemuda itu pergi, tanpa berucap sepatah kata apapun. Dengan wajah keheranan bercampur binggung aku terima bungkusan kotak itu. Tanpa pikir panjang segera ku bawa masuk dalam kamar bungkusan itu. Dan segera ku buka satu-persatu kotak mungil yang terbalut bungkus warna ungu. Warna favoriteku sejak dulu. Mulai ku buka satu-persatu bungkus itu. Dan setiap lapis bungkus terserbit pesan mutiara yang indah.
Terakhir dari bungkus itu ku dapati kata-kata seperti ini ”Baca Bismillah dulu sebelum membuka, it is dangerous” Dan setelah ku buka kotak itu ternyata......ternyata berisi sebuah lukisan mungil. Lukisan dari tangan seorang yang sangat tulus. Lukisan mungil berfigura ungu. Sungguh saat itu bibirku tak mampu berucap sepatah katapun. Hanya air mata yang berbicara, membasahi kedua bola mataku. Wujud dari kebahagiaanku. Setelah ku baca bait demi bait kata-kata yang terangkai indah, yang merupakan ungkapan tulus dari hati dan benar adanya. Air mataku tak dapat berhenti, mengalir menganak sungai. Setelah ku sadari bahwa di sisi kiri dari lukisan itu ada gadis kecil berjilbab lebar dan berkaca mata. Dan taukah siapa sosoknya???? dia adalah diriku, sahabat kecilnya. Semakin deras aliran bening dari dua kelopak mataku ini. Seakan banjir tak terbendung. Jauh dalam relung hatiku tersimpan pertanyaan besar. Siapa gerangan yang mengirim ini semua??
Setelah ku baca di akhir suratnya, tertulis sebuah kata yang menggambarkan sosoknya. Yah dia adalah sahabat kecilku yang baru ku temukan.. Hemm....aku menghela nafas lega. Namun tak sampai disitu. Pada bagian akhir dia sampaikan sebuah pesan untukku. Begini isinya
“Ukhty.......
Engkaulah cermin kesederhanaan, kesahajaan dan kemulyaan akhlaq. Dari keteduhan jiwamu.......
Ku menangkap dalam relung hatimu.. Tersimpan kesetiaan dan kelembutan tiada tara. Tetap istiqomah
Di jalan_Nya Ukhty.....”
Lagi-lagi mulutku dibuatnya ngilu, tak sepatah kata yang bisa terucap, selain tetesan yang mengalir menganak sungai membasahi pipiku. Sungguh indah bila bertemu dan berpisah dengan sahabat karena Allah. Meski jauh namun Akan tetap ada dalam tiap lantunan daonya. Karena sahabat itu...
“Sahabat itu bukan yang harus selalu bersama. Namun sahabat adalah yang bila kita mengenangnya kita akan merasa myanam dan tenang. Dan sahabat dalah yang selalu ada dalam hati, yang menyertakanya dalam tiap lantunan doanya”Aku sayang kamu karena Allah sahabat kecilku.....thank to All......