
Dialektika Gerakan Mahasiswa Muslim Menyongsong Masa Depan
Oleh : Muhammad Nasri Dini*)
Mahasiswa merupakan sebuah strata sosial yang unik dalam sebuah komunitas masyarakat. Karena pada strata tersebut mahasiswa akan berhadapan dengan dua pilihan yang sangat bertolak belakang. Menjadi manusia yang sombong dan eksklusif tanpa mau tahu dengan fenomena kehidupan yang lain. Atau, dengan ‘gelar’ mahasiswa yang dimilikinya menjadikan dia memilih untuk membaur, melebur dan menyatu dengan semua golongan lain dalam tatanan masyarakat. Selanjutnya mahasiswa juga akan dihadapkan pada kenyataan lain yang menjadikan dia membuat pilihan lain dalam ber-mahasiswa. Yaitu saat Tuhan memberi hidayah Islam kepadanya (baik melalui orangtua atau lainnya), juga saat dia menjatuhkan pilihan untuk masuk ke kampus Islam (baca: STAIN Surakarta), maka statusnya akan naik menjadi ‘mahasiswa muslim’. Kata ‘muslim’ tersebut seharusnya mampu menggerakkan para mahasiswa untuk keluar dari jalan-jalan ‘mahasiswa lain’ yang jauh dan semakin menjauh dari nilai-nilai ketuhanan. Mampu membawa dari aqidah yang rusak kepada tauhid yang hanif. Mampu mentrasfer budaya-budaya hedonis kepada budaya Islam yang dapat mencerahkan kehidupan.
Mahasiswa Muslim idealnya harus mampu mempunyai gerakan yang universal. Karena mahasiswa memang sengaja disiapkan untuk menjadi the future man; generasi penerus bangsa. Maka langkah yang kemudian perlu dilakukan adalah merumuskan secara konkrit gerak langkah perjuangannya. Mahasiswa muslim harus menyadari bahwa zaman semakin melaju dan tidak akan pernah berhenti walau sejenak apalagi melangkah kembali ke belakang. Mahasiswa muslim saat ini seharusnya dapat melihat sejenak ke belakang pada apa yang telah diperjuangkan oleh para pendahulunya. Bukan hanya untuk bernostalgia bahkan sekedar ingin berkubang pada romantisme masalalu, namun lebih pada penilaian dan pemilahan-pemilahan. Tentunya ada banyak hal yang dapat kita teladani dari para pendahulu kita. Dan bukan tidak mungin apa yang diperjuangkan oleh mereka dapat kita pakai saat ini walau harus menggunakan bahasa yang berbeda.
Menghadapi tantangan masa depan yang semakin komplek dan tak pernah berkesudahan, ada kaidah menarik dari para pejuang Islam terdahulu yang dapat kita ambil pelajaran. Perhatikan terjemah Qs At Taubah : 100 berikut : “ Orang-orang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”
Perhatikan juga pesan Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berikut : “ Sebaik-baik manusia adalah (orang-orang yang hidup) pada masaku ini (sahabat), kemudian sesudahnya (tabi’in), kemudian sesudahnya (tabi’ut tabi’in).” (HR. Bukhari Muslim).
Integralisasi Gerakan
Pada detik kemudian tulisan ini sengaja akan mengulas dan memberikan alternatif gerakan kepada mahasiswa Muslim sehingga dapat berjuang secara universal dan integral dengan tetap menitikberatkan pada nilai-nilai Rabbani (ketuhanan) dan Prophetik (kenabian) di dalamnya. Berikut beberapa diantaranya:
Pertama, gerakan keislaman. Sebagai mahasiswa Muslim tentunya pondasi yang harus dikuatkan untuk menyambut masa depan adalah dengan lebih konsen dengan gerakan Islamnya. Hendaknya gerakan mahasiswa Muslim diilhami, dimotifasi dan disemangati oleh ajaran-ajaran Islam dan selalu merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah as Sahihah itu.
Sebelum mengamalkan prinsip-prinsip Islam dalam gerakannya tentu setiap mahasiswa Muslim harus mendalami terlebih dahulu ajaran Islam itu dengan mengkajinya secara intensif. Karena hal ini sesuai dengan prinsip al ‘Ilmu qobla kalam wa ‘amal (pengetahuan sebelum berkata dan berbuat). Setelah Islam dikaji, tentunya mahasiswa Muslim harus membumikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan kesehariannya dengan prinsip Islam sebagai rahmat dan bukan sebagai laknat bagi seluruh alam. Sehingga pada akhirnya mahasiswa Muslim benar-benar dapat dibedakan kualitas gerakannya dengan mahasiswa lain. Mahasiswa Muslim seyogyanya bisa bergerak di tengah, yakni ‘ tegas dalam bersikap namun tetap santun dalam bertindak’.
Kedua, gerakan keilmuan. Bukan hal istimewa jika masyarakat muslim selalu tertinggal jauh di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan IPTEK yang saat ini dimiliki oleh bangsa-bangsa Eropa dan Amerika yang bukan muslim hanya dapat diambil alih oleh masyarakat muslim jika mahasiswa muslim mau memulai mentradisikan jiwa-jiwa keilmuan itu kedalam dirinya masing-masing. Dengan semangat intelektualnya mahasiswa muslim harus membumikan gerakan membaca, penelitian ilmiah dan bentuk-bentuk tradisi keilmuan lainnya. Mahasiswa muslim ideal adalah mahasiswa yang mempunyai semboyan ‘sendiri aku baca buku, berdua aku diskusi dan bertiga aku bergerak’.
Ketiga, gerakan sosial kemasyarakatan. Salah satu tugas penting dari mahasiswa yaitu kritis terhadap realitas sosial yang ada. Realitas sosial yang seringkali cenderung tidak memihak kepada masyarakat bawah dan rakyat jelata. Mahasiswa Muslim harus teguh dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terabaikan. Kalau mungkin timbul masyarakat yang kacau balau, kocar kacir, tindas menindas, peras memeras dan masing-masing dipenuhi kesewenang-wenangan. Maka bukanlah hal yang mustahil jika mahasiswa mewujudkan adanya masyarakat yang adil, sejahtera, aman, damai dan makmur. Itulah yang harus diperjuangkan oleh mahasiswa muslim dengan gerakan sosialnya tanpa harus bertindak destruktif dan melepaskan diri dari hukum Allah ‘Azza wa Jalla yang sebenar-benarnya.
Keempat, gerakan politik kerakyatan. Dalam tataran politik, mahasiswa juga harus bisa menempatkan posisinya dengan baik. Bukan untuk berpolitik praktis namun tetap harus punya posisi strategis dalam berjuang dan bergerak bersama rakyat. Karena mahasiswa adalah bagian tak terpisahkan dari komponen rakyat dalam sebuah negara. Bidang pendidikan sebagai tempat dimana mahasiswa bernaung misalnya, seringkali terpinggirkan, termarginalkan dan dianaktirikan oleh pengambil kebijakan. Persoalan privatisasi lembaga pedidikan negeri yang dibingkai denagn undang-undang adalah salah satu bukti konkrit yang tidak bisa disangkal, bahwa rakyat kecil pada akhirnya dilarang mengenyam pendidikan karena besarnya biaya yang harus ditanggung.
Disini juga diperlukan peran strategis gerakan mahasiswa muslim. Mahasiswa yang selama ini dijadikan objek pendidikan harus diangkat dan disejajarkan derajatnya dengan subjek pendidikan lainnya. Mahasiswa muslim dituntut konsistensinya dalam bergerak dan mempengaruhi kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat. Namun demikian ada satu hal penting yang perlu penulis sampaikan, yaitu bahwa gerakan mahasiswa merupakan gerakan independen yang sekali-kali tidak boleh disusupi oleh kepentingan politik praktis yang seringkali pragmatis. Artinya bahwa gerakan mahasiswa HARAM hukumnya berhubungan dengan organisasi politik manapun secara hirakri. Ia sekali-sekali tak boleh terseret ke dalam kubangan proyek pragmatis atau menjadi underbow piranti politik tertentu untuk meraup keuntungan sesaat. Siapapun yang mengabdikan dirinya dalam gerakan mahasiswa muslim harus senantiasa teguh hati dan kuat jiwa untuk menggawangi idealisme ini meskipun serasa menggenggam bara di telapak tangan.
Kelima, gerakan kebudayaan. Pada tataran budaya, gerakan mahasiswa muslim dituntut untuk mentradisikan budaya kritis yang membebaskan dengan tetap terbingkai dalam nilai-nilai tauhid. Ia harus mampu menghapus budaya konsumtif, hedonis dan ekspresi-ekspersi destruktif kebanyakan mahasiswa. Dalam sisi ini ia harus memelopori penghapusan semboyan ‘as sukutu kadz dzahab’ (diam itu emas) dan menggantinya dengan semboyan ‘qulil haqqo walau kana murron’ (katakan yang benar meski pahit akibatnya). Mahasiswa muslim harus terus konsisten dalam membangun dan mengembangkan seni dan budaya yang membebaskan dan mempunyai semangat perlawanan terhadap ketidakadilan. Karena sesungguhnya nilai-nilai seni yang membebaskan tersebut sejalan dengan perjuangan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Keluarkan apa saja yang ada dalam pikiran agar dapat diketahui dan sedapat mugkin dapat berpengaruh bagi semuanya. Hal itu dapat berwujud puisi, cerpen atau karya seni lainnya.
*) Ketua Bidang Pendidikan dan Penalaran (P&P) BEM Tarbiyah 2009-2010, sempat tercatat sebagai HUMAS Lembaga Dakwah Kampus (LDK) STAIN Surakarta 2008-2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar